Berikut Ini Yang Tidak Termasuk Kondisi Sosial Keagamaan Di Eropa Sebelum Terjadi Reformasi Pada Tahun 1517 Adalah – Jakarta, – UIN Jakarta melalui program CONVEY Indonesia merilis temuan survei nasional yang dilakukan pada tahun 2020 mengenai toleransi responden mahasiswa dan dosen yang berbeda agama: Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, Khonghucu dan aliran kepercayaan. Hal ini dikarenakan penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang hanya terfokus pada mahasiswa dan dosen dari kelompok Islam. Hasil penelitian ini akan dipresentasikan oleh dr. Yunita Faela Nisa, Psikiater, Koordinator Penelitian dan Tim Peneliti, Sirojuddin Arif, Ph.D. Pemaparan dilakukan secara daring bertajuk “Bhinneka Gading: Toleransi Beragama di Perguruan Tinggi”, Senin (3/1).

Peluncuran jajak pendapat ini dihadiri sejumlah panelis: H. Syaiful Huda (Ketua Komisi X DPR RI); prof. dr. H. Muhammad Ali Ramdhani, S.TP., MT. (Direktur Jenderal Kementerian Agama Bidang Pendidikan Islam Republik Indonesia); prof. Aris Junaidi (Direktur Pendidikan dan Kemahasiswaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI); prof. dr. I Gusti Ngurah Sudiana (Rektor Institut Hindu Dharma Negeri, Bali); prof. dr. Jamhari Makruf, M.Si. (Komite Pembina UIN Jakarta); dan Sakdiyah Ma’ruf, S.S., M.A. (Generasi muda dan pemerhati keberagaman). Peserta dari berbagai pihak juga hadir seperti kementerian, kedutaan, lembaga swadaya masyarakat, aktivis, akademisi dan rekan media.

Berikut Ini Yang Tidak Termasuk Kondisi Sosial Keagamaan Di Eropa Sebelum Terjadi Reformasi Pada Tahun 1517 Adalah

Dalam pendidikan dan menyimpulkan beberapa survei yang sebelumnya dilakukan pada tahun 2017 dan 2018 yang hanya berfokus pada umat Islam. Kali ini mencakup semua kelompok agama lain (Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, Khonghucu dan kepercayaan),” ujar Yunita dalam paparannya.

Contoh Soal Moderasi Beragama Persiapan Tes Pppk Kemenag 2022

Ismatu Ropi, Ph.D., Direktur Eksekutif UIN Jakarta, menyoroti alasan mengapa penelitian ini perlu dilakukan dengan melihat perkembangan intoleransi di Indonesia.

“Dalam beberapa tahun terakhir, ada kecenderungan intoleransi dan segregasi di kalangan anak muda. Hal ini sangat memprihatinkan jika dilihat dari konteks kebhinekaan Indonesia. menitikberatkan pada pendidikan, khususnya pendidikan agama sebagai

Selain itu, isu toleransi beragama masih menjadi masalah bagi masyarakat Indonesia. Masalah ini meluas ke semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Penangkapan tiga terduga teroris yang melibatkan mahasiswa Universitas Riau (Tempo, 2018) dan mahasiswa non-muslim diwajibkan berjilbab di sekolah umum di Sumatera Barat (Kompas, 2021). Berbagai peristiwa tersebut menunjukkan bahwa masih ada masalah intoleransi dalam dunia pendidikan kita.

Banyak penelitian menegaskan bahwa sikap keterbukaan dan menghargai perbedaan, bahkan terhadap kelompok minoritas dan marjinal, masih lemah di kalangan pelaku pendidikan kita (, 2017, 2018; Wahid Institute, 2019). Di bidang pendidikan tinggi, banyak penelitian menunjukkan penyebaran ekstremisme di perguruan tinggi (Setara Institute, 2019); munculnya eksklusivisme dalam buku teks pendidikan agama di kalangan perguruan tinggi negeri (, 2018); Aktivis mahasiswa muslim memiliki pemahaman keagamaan yang cenderung tertutup (CSRC, 2017); kegiatan keagamaan di kampus mendorong tumbuhnya pandangan keagamaan yang eksklusif (CISForm, 2018); intrusi radikalisme dan ekstremisme ke dalam lingkungan kampus melalui masjid kampus (INFID, 2018); dan 39% mahasiswa di 7 PTN terpapar radikalisme (BNPT, 2018).

  Media Komunikasi Internet Untuk Bertatap Muka Yang Terpisah Oleh Jarak Dan Waktu Ialah

Jenis Lembaga Sosial Yang Siswa Perlu Tahu

Kajian terbaru (2021) di tiga universitas agama negeri (UIN Jakarta, UIN Bandung dan UIN Yogyakarta) menunjukkan nilai empati eksternal dan internal yang tidak stabil di hampir semua kalangan, baik mahasiswa, dosen, maupun tenaga kependidikan. Hal ini menunjukkan adanya persoalan serius dalam pelaksanaan moderasi beragama yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024 – Perpres 18/2020.

Menurut Yunita, perguruan tinggi harus berperan strategis dalam menegakkan nilai-nilai universal yang berlandaskan kemanusiaan.

“Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan tertinggi harus bersandar pada nilai-nilai demokrasi, adil dan tidak diskriminatif serta kemanusiaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang juga mengedepankan keterbukaan, kebebasan dan berpikir kritis. indoktrinasi,” katanya.

Mengenai metodenya, Yunita menjelaskan bahwa penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang ditujukan untuk mahasiswa dan dosen di tingkat nasional.

Memaknai Al Insyirah Dengan Kerja Cerdas, Kerja Keras, Kerja Ikhlas

“Survei ini dilakukan secara nasional di 34 provinsi. Untuk mendapatkan gambaran yang baik tentang toleransi beragama di lingkungan Perguruan Tinggi (PT), penelitian ini dapat mengambil sampel dengan menggunakan teknik

, sebanyak 92 PT dari rencana 100 PT yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah PT yang dijadikan sampel di setiap provinsi ditentukan secara proporsional dengan jumlah mahasiswa di provinsi tersebut. Pengumpulan data berlangsung mulai tanggal 1 November hingga 27 Desember 2020 secara serentak di seluruh wilayah penelitian. Kami berhasil memperoleh data dari 2.866 mahasiswa (di 92 perguruan tinggi), 673 dosen (di 87 perguruan tinggi) dan 79 perguruan tinggi,” jelasnya.

Secara konseptual, pengertian toleransi beragama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kesediaan seseorang untuk menerima hak-hak sipil individu atau kelompok agama lain yang tidak disukai atau tidak disetujuinya. Itu didasarkan pada tiga komponen utama. Pertama, toleransi mensyaratkan kesediaan untuk menghormati pernyataan atau perilaku orang-orang yang tidak disukai atau disetujui. Kedua, definisi kami menekankan hubungan dengan pihak lain yang berbeda keyakinan sebagai obyek sikap atau perilaku toleran. Meskipun keyakinan beragama dapat menjadi salah satu penyebab intoleransi beragama, namun keyakinan agama bukanlah satu-satunya sumber masalah. Ketiga, penelitian ini mendefinisikan subjek toleransi beragama secara lebih luas dengan mempertimbangkan hak-hak sipil partai atau kelompok agama lain dalam konteks kehidupan bernegara.

Sementara itu, penelitian ini melihat lebih dalam tentang pendidikan dan toleransi. Sirojuddin mengatakan beberapa literatur membahas dampak pendidikan terhadap toleransi beragama.

  Bekerja Meskipun Penghasilannya Sedikit Lebih Mulia Daripada

Perdais Diy 2 Tahun 2017 Tentang Tata Ruang Kasultanan Dan Kadipaten

“Untuk mengetahui bagaimana toleransi terkait dengan pendidikan, penelitian ini melihat interaksi sosial dan iklim sosial di lingkungan kampus. Literatur yang ada menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat toleransi beragama terhadap orang lain,” ujarnya.

Hasil survey ini menunjukkan bahwa mayoritas siswa memiliki sikap toleransi beragama yang tergolong tinggi dan sangat tinggi. Sebanyak 24,89% siswa memiliki sikap toleransi beragama yang rendah, dan 5,27% lainnya tergolong memiliki sikap toleransi beragama yang sangat rendah. Secara total, sebanyak 30,16% pelajar Indonesia memiliki toleransi beragama yang rendah atau sangat rendah. Sedangkan dari sekitar 69,83% siswa yang tergolong memiliki toleransi beragama yang tinggi, 20% tergolong memiliki toleransi yang sangat tinggi terhadap pemeluk agama lain.

Sedangkan dari aspek perilaku toleransi beragama, hanya sekitar 11,22% siswa Indonesia yang menunjukkan perilaku toleransi rendah (10,08%) atau sangat rendah (1,14%). Selebihnya, sekitar 88,78% pelajar Indonesia menunjukkan toleransi yang tinggi atau sangat tinggi terhadap pemeluk agama lain.

Temuan selanjutnya adalah mahasiswa perguruan tinggi swasta lebih toleran, disusul perguruan tinggi negeri, perguruan tinggi swasta dan perguruan tinggi keagamaan. Temuan serupa juga didapatkan terkait tingkat persepsi ancaman, dimana mahasiswa PTA memiliki persepsi ancaman tertinggi, diikuti oleh PTS, PTN dan PTK.

Pemanfaatan Sepakat Untuk Pengentasan Kemiskinan, Pemulihan Sosial Ekonomi Daerah, Dan Mitigasi Covid 19

Mengenai interaksi sosial antar kelompok, rata-rata interaksi sosial antar kelompok mahasiswa muslim lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang beragama lain. Intensitas upacara keagamaan mahasiswa PTA dan PTK lebih besar dibandingkan PTN dan PTS. Dari segi ekonomi, rata-rata pendapatan orang tua siswa yang beragama Islam lebih rendah dibandingkan dengan orang tua siswa yang beragama lain. Selain itu, ancaman yang dirasakan siswa Muslim rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang beragama lain.

Dua faktor penting terkait dengan toleransi siswa di Indonesia. Pertama, siswa yang memiliki pengalaman interaksi sosial dengan kelompok yang berbeda menunjukkan tingkat toleransi beragama yang tinggi. Lebih jauh lagi, semakin spesifik kegiatan keagamaan, seperti lembaga pendidikan konversi yang ada di kampus, semakin rendah toleransi beragama mahasiswa tersebut.

Kedua, iklim pergaulan di kampus juga mempengaruhi toleransi beragama mahasiswa. Kebijakan menerima dan menghormati kelompok minoritas di kampus mempengaruhi sikap toleransi beragama terhadap mahasiswa yang beragama selain Islam, sedangkan sikap toleransi beragama terhadap dosen berpengaruh terhadap sikap toleransi beragama terhadap mahasiswa muslim khususnya PTA dan PTS. Kondisi ekonomi orang tua juga mempengaruhi toleransi beragama siswa, meskipun hasil tersebut terbatas pada siswa PTN.

“Ada korelasi positif antara kondisi ekonomi orang tua dengan toleransi beragama yang banyak terkonsentrasi di perguruan tinggi negeri. Dalam beberapa hal, perbedaan tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan yang cukup besar antara mahasiswa di berbagai jenis PT. Misalnya dari segi ekonomi orang tua, hasil survei ini menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan orang tua siswa PTA lebih rendah dibandingkan orang tua siswa di PT jenis lain,” ujar Sirojuddin.

  Penerapan Ergonomi Di Perusahaan Merupakan Tanggung Jawab

Pengadilan Eropa Izinkan Larangan Berjilbab Di Tempat Kerja

“Berkaitan dengan intensitas ketaatan beragama, penelitian ini juga menemukan bahwa rata-rata intensitas ketaatan beragama mahasiswa PTA dan PTK umumnya lebih tinggi daripada intensitas ketaatan beragama mahasiswa PTN dan PTS. Rasio antar kelompok juga berbeda antar kelompok mahasiswa tersebut. Rata-rata rasio antar kelompok mahasiswa PTA lebih rendah dibandingkan rata-rata rasio antar kelompok mahasiswa PTA jenis lain,” jelasnya.

Berdasarkan temuan penelitian ini, UIN Jakarta mendorong para pengambil kebijakan untuk memperhatikan hal-hal tersebut. Pertama, mendorong kekayaan pengalaman sosial dan interaksi sosial antar kelompok agama. Kedua, memperbaiki iklim sosial di kampus dengan meningkatkan budaya toleransi beragama di kalangan sivitas akademika dan menghargai keberagaman dan kelompok minoritas. Ketiga, program atau kebijakan peningkatan toleransi beragama mahasiswa dengan memperhatikan kekhasan konteks sosial PT dan kondisi sosial demografi mahasiswa.

“Heterogenitas perguruan tinggi dan mahasiswa menunjukkan perlunya kebijakan yang sensitif dan responsif terhadap kondisi sosio-demografis yang ada. Kebijakan tunggal belum tentu dapat bekerja secara efektif dalam mendorong toleransi beragama di tengah kondisi siswa dan guru yang beragam,” tutup Sirojuddin. Kerumunan adalah kelompok sosial yang bersifat sementara, artinya kerumunan akan terus ada selama individu-individu tersebut secara fisik hadir di tempat yang sama. Ketika orang-orang ini bubar, kerumunan otomatis tidak ada lagi. Kerumunan tidak terorganisir, tidak memiliki pemimpin, dan tidak ada pembagian kerja atau stratifikasi sosial. Artinya, posisi setiap orang dalam kerumunan adalah sama. Identitas pribadi akan tenggelam dengan sendirinya. Pengacara, guru, tentara atau murid yang menunggu angkutan umum di halte bus memiliki status dan kedudukan yang sama. Kerumunan merespon dengan mudah karena individu yang berkumpul memiliki satu fokus. Keinginan mereka akan disalurkan melalui tindakan.

1) Audiensi formal atau formal audience. Kerumunan yang memiliki pusat perhatian dan kesamaan

Awas Sanksi, Tahun Baru 2021 Berlaku Bea Meterai Rp10.000